Jika dikatakan wahhada syai’a artinya menjadikan sesuatu itu satu. (احد, واحد). Sedangkan menurut syariat berarti mengEsakan (رب) Allah dalam sesuatu yang merupakan kekhususan bagi-Nya berupa Tauhid-1 @ Tauhid Rububiyah (رب : احد - zat Allah), Tauhid-2 @ I'ttiqad Uluhiyah (اله : لله - hak-hak mutlak zat الله), dan asma’ wa sifat - Asmaaul Husna - 99.
(Al-Qaulul Mufiiid Syarh Kitabi At-Tauhid I/7).
Kata tauhid sendiri merupakan kata yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, “Engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, maka jadikanlah perkara dakwah yang kamu sampaikan untuk pertama kali adalah agar mereka mentauhidkan Allah” (رب : احد). Demikan juga dalam perkataan sahabat Nabi, “Rasulullah bertahlil dengan tauhid”. Dalam ucapan beliau labbaika Allahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, ucapan talbiyah yang diucapkan ketika memulai ibadah haji. Dengan demikian kata tauhid adalah kata syar’i dan terdapat dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh 63).
Pembagian Tauhid dalam القران
Pembagian yang populer di kalangan Ulama adalah pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid-1 @ Tauhid Rububiyah : رب : احد - zat Allah, tauhid-2 @ I'ttiqad Uluhiyah : اله : لله - hak-hak mutlak zat Allah), dan asma’ wa shifat (Asmaaul Husna - 99). Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam Al-Qur’an:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“رب (yang menguasai : penguatkuasa : maha berkuasa) langit dan bumi dan segala sesuatu yang
ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam
beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam 19 : 65)
Perhatikan ayat di atas:
(1). Dalam firman-Nya (رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) (رب - zat yang menguasai) langit dan bumi) merupakan penetapan tauhid rububiyah.
(2). Dalam firman-Nya (فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ) (maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah @ i'ttiqad uluhiyyah.
(3). Dan dalam firman-Nya (هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً) (Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa sifat.
Berikut penjelasan ringkas tentang tiga (3) jenis tauhid tersebut:
Tauhid-1 @ Tauhid Rububiyah (Robb : Ahadun - zat Allah). Maknanya adalah mengEsakan zat wajib wujud hanya satu - احد, واحد dalam hal zat penciptaan, kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:
Katakanlah (wahai Muhammad): "(Tuhanku) zat Allah Yang Maha Esa ; Ahad
أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak zat Allah” (QS. Al- A’raf 7 : 54)Tauhid-2 @ I'ttiqad Uluhiyah atau tauhid ibadah (اله : لله - hak-hak mutlak zat Allah). Disebut tauhid-2 @ I'ttiqad uluhiyah karena penisbahanya kepada hak الله yg wajib disembah (bukan perihal zatnya() dan disebut tauhid ibadah (i'ttiqad)karena penisbatannya kepada makhluk (hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan الله dalam ibadah, yakni bahwasanya hanya الله satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
”Demikianlah, karena sesungguhnya الله, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain الله adalah batil” (QS. Luqman 31 : 30)
Tauhid asma’ wa shifat (Asmaaul Husna - 99). Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi sifat wajib milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan seluruh nama dan sifat bagi zat الله sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dgn الله dalam nama dan sifat لاbagi zatNya. Dalam menetapkan sifat bagi zat Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11) (Lihat Al-Qaulul Mufiiid I/7-10).Sebagian Ulama pula membagi tauhid menjadi dua saja yaitu tauhid dalam ma’rifat wal itsbat (pengenalan dan penetapan akan zatNya) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan ibadah akan hak-hak kekuasaan mutlakNya). Jika dengan pembagian seperti ini maka tauhid-1 @ tauhid Rububiyyah (رب : احد) dan tauhid asma’ wa shifat termasuk golongan yang pertama sedangkan tauhid-2 @ I'ttiqad Uluhiyah (اله - لله) adalah golongan yang kedua (Lihat Fathul Majid 18).
Pembagian tauhid dengan pembagian seperti di atas merupakan hasil penelitian para Ulama terhadap seluruh dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga pembagian tersebut bukan termasuk bid’ah karena memiliki landasan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kaitan Antara Tauhid Rububiyyah (zat Allah - رب : احد) dan Uluhiyyah (hak hak mutlaq zat Allah : لله : اله)
Antara tauhid-1 @ Tauhid Rububiyah dan tauhid-2 @ I'ttiqad uluhiyah mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan @ saling mewajibkan. Tauhid rububiyah mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Maksudnya pengakuan seseorang terhadap tauhid-1 @ Tauhid Rububiyah (رب : احد - zat Allah) mewajibkan pengakuannya terhadap tauhid-2 @ I'ttiqad Uluhiyah (اله : لله - hak hak mutlak zat Allah).Barangsiapa yang telah mengetahui bahwa الله adalah Tuhannya yang menciptakannya dan mengatur segala urusannya (رب), maka dia wajib beribadah hanya kepada Allah (لله) dan tidak menyekutukanNya (zat & hak mutlak zatnNya(). Sedangkan tauhid uluhiyah terkandung di dalamnya tauhid rububiyah. Maksudnya, tauhid rububiyah termasuk bagian dari tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya, pasti dia meyakini bahwa Allah lah Tuhannya dan penciptanya. Hal ini sebagaimana perkatan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:
قَالَ أَفَرَءَيْتُم مَّاكُنتُمْ
تَعْبُدُونَ {75} أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُمُ اْلأَقْدَمُونَ {76} فَإِنَّهُمْ
عَدُوٌّ لِّي إِلاَّرَبَّ الْعَالَمِينَ {77} الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ
يَهْدِينِ {78} وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ {79}
وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ {80} وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ
يُحْيِينِ {81} وَالَّذِي أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ
الدِّينِ {82}
“Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang
selalu kamu sembah (75), kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? (76),
karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali
Tuhan semesta alam (77), (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka
Dialah yang memberi petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku, Yang Dia
memberi makan dan minum kepadaku (79), dan apabila aku sakit, Dialah
Yang menyembuhkanku (80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan
menghidupkan aku (kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan
mengampuni kesalahanku pada hari kiamat (82)” (QS. Asy- Syu’araa’: 75-82).Tauhid rububiyah dan uluhiyah terkadang disebutkan bersamaan, maka ketika itu maknanya berbeda, karena pada asalnya ketika ada dua kalimat yang disebutkan secara bersamaan dengan kata sambung menunjukkan dua hal yang berbeda. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah:
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ {1} مَلِكِ النَّاسِ {2} إِلَهِ النَّاسِ {3}
“Katakanlah;” Aku berlindung kepada Rabb : رب (yang memelihara dan menguasai) manusia (1). Raja manusia (2). Sesembahan manusia (3)”
(QS. An-Naas: 1-3).
Makna رب dalam ayat ini adalah raja : penguasa : maha berkuasa yang mengatur manusia, sedangkan makna اله adalah sesembahan satu-satunya yang berhak untuk disembah.
Terkadang tauhid uluhiyah atau rububiyah disebut sendirian tanpa bergandengan. Maka ketika disebutkan salah satunya mencakup makna keduanya, kerana antara keduanya saling mewajibkan. Contohnya pada ucapan malaikat maut kepada mayit di kubur: “Siapa Rabbmu?”, yang maknanya adalah: “Siapakah penciptamu dan sesembahanmu?” Hal ini juga sebagaimanan firman Allah:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلآَّ أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ”Tuhan (رب : ربي : ربا : ربنا) kami hanyalah Allah” (QS. Al-Hajj: 40).
قُلْ أَغَيْرَ اللهِ أَبْغِي رَبًّا
“Katakanlah:”Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah” (QS. Al-An’am: 164).
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqamah” (Fushshilat: 30). Penyebutan rububiyah dalam ayat-ayat di atas mengandung makna uluhiyah (Lihat Al Irsyad ilaa Shahihil I’tiqad 27-28).
Isi Al-Qur’an Semuanya Tentang Tauhid
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa isi Al-Qur’an semuanya adalah tentang tauhid (Tauhid-1 & 2). Maksudnya karena isi Al-Qur’an menjelaskan hal-hal berikut:Berita tentang zat Allah, nama-namaNya, sifat-sifat-Nya, perbuatanNya, dan perkataan-Nya. Ini adalah termasuk tauhidul ‘ilmi al khabari (termasuk di dalamnya tauhid rububiyah : i'ttiqad uluhiyyah dan asma’ wa shifat).
Seruan untuk untuk beribadah hanya kepada الله semata dan tidak mempersekutukan-Nya. Ini adalah tauhidul iraadi at thalabi (tauhid uluhiyah).
Berisi perintah dan larangan serta keharusan untuk taat dan menjauhi larangan. Hal-hal tersebut merupakan huquuqut tauhid wa mukammilatuhu (hak-hak tauhid dan penyempurna tauhid).
Berita tentang kemuliaan orang yang bertauhid, tentang balasan
kemuliaan di dunia dan balasan kemuliaan di akhirat. Ini termasuk jazaa’ut tauhid (balasan bagi ahli tauhid).
Berita tentang orang-orang musyrik, tentang balasan berupa siksa di dunia dan balasan azab di akhirat. Ini termasuk balasan bagi yang menyelisihi hukum tauhid.
Dengan demikian, Al-Qur’an seluruhnya berisi tentang tauhid, hak-haknya dan balasannya. Selain itu juga berisi tentang kebalikan dari tauhid yaitu syirik, tentang orang-orang musyrik, dan balasan bagi mereka (Lihat Fathul Majid 19).
Demikianlah sedikit pembahasan tentang pembagian tauhid yang ada didalam Al-Qur’an. Semoga Allah Ta’ala senantiasa meneguhkan kita di atas jalan tauhid untuk mempelajarinya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Aamiin..
///
26/2/16
Berita tentang orang-orang musyrik, tentang balasan berupa siksa di dunia dan balasan azab di akhirat. Ini termasuk balasan bagi yang menyelisihi hukum tauhid.
Dengan demikian, Al-Qur’an seluruhnya berisi tentang tauhid, hak-haknya dan balasannya. Selain itu juga berisi tentang kebalikan dari tauhid yaitu syirik, tentang orang-orang musyrik, dan balasan bagi mereka (Lihat Fathul Majid 19).
Demikianlah sedikit pembahasan tentang pembagian tauhid yang ada didalam Al-Qur’an. Semoga Allah Ta’ala senantiasa meneguhkan kita di atas jalan tauhid untuk mempelajarinya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Aamiin..
///
26/2/16
Tiada ulasan:
Catat Ulasan